Kamis, 01 Juni 2017

Filsafat Islam Dalam Tradisi Keilmuan Islam



FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
“FILSAFAT ISLAM DALAM TRADISI KEILMUAN ISLAM”





Image result for logo stain bengkalis

OLEH :
MELA YULINDRA
DOSEN PENGAMPU : Wira Sugiarto, S.IP, M.Pd.I

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM IVB
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI BENGKALIS
TAHUN AJARAN 2017/2018


BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang.
Pembahasan ilmu pendidikan tidak mungkin terbebaskan dari obyek yang menjadi sasarannya, yaitu manusia.Dan karena yang menjadi topic pembahasan sekarang adalah Ilmu Pendidikan Islam, maka secara filosofis harus mengikut sertakan obyek utamanya, yaitu manusia dan pandangan Islam. Manusia adalah makhluk Allah, Ia dan alam semesta bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi dijadikan Allah.
Ketika ditanya apa itu filsafat, seorang mahasiswa menjawab singkat : filsafat itu mencari kebenaran. Dengan cara berfikir dan bertanya terus menerus. Tentang segala hal: dari persoalan gajah sampai prsoalan semut, dari soal hukum dan politik hingga soal moral dan metafisika., dari soal galaksi sampai soal bakteri. Kalau begitu, filsafat ada dimana-mana. Memang benar filsafat ada di Barat dan di Timur. Ada Filsafat Yunani, Filsafat India, Filsafat Cina, Filsafat Kristen, dan juga Filsafat Islam. Inilah makna filsafat sebagai kearifan (Sophia) dan pengetahuan (sapientia) yang dicapai manusia dengan akal pikirannya.
Dalam tradisi intelektual Islam, kita temukan tiga istilah yang umum untuk filsafat. Pertama istilah hikmah, yang tampaknya sengaja dipakai agar filsafat itu terkesan barang asing, akan tetapi berasal dari dan bermuara pada Al-Qur’an . Al-‘Amiri misalnya, menulis bahwa hikmah berasl dari Allah dan diantara manusia yang pertama dianugerahi hikmah oleh Allah ialah Luqman al-Hakim. Disebutnya tujuh filsuf Yunani kuno itu sebagai ahli hikmah (al-hukama’ as-sab’ah) yakni Thales, Solon, Pittacus, Bias, Cleobulus, Myson, dan Chilon.
Demikian pula al-Kindi yang menerangkan bahwa “falsafah” itu artinya hub al-hikmah “cinta pada kearifan” sementara Ibnu Sina menyatakan bahwa hikmah adalah kesempurnaan jiwa manusia tatkala berhasil menangkap makna segala sesuatu dan mampu menyatakan kebenaran dengan pikiran dan perbuatannya sebatas kemampuannya sebagai manusia.

1.2 Rumusan Masalah
      Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat saya membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengertian ilmu dan klasifikasi ilmu ?
2.      Bagaimana corak filsafat Islam dan klasifikasinya ?
3.      Bagaimana Epistimologi Islam dalam pendidikan ?

1.3  Tujuan Penulisan
                  Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1.      Sebagai tugas tambahan dalam memenuhi mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
2.      Agar mahasiswa memahami pengertian ilmu dan klasifikasinya
3.      Agar mahasiwa mengetahui corak filsafat dan klasifikasinya
4.      Agar mahasiswa memahami Epistimologi Islam dalam pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN
2.I Pengertian Ilmu dan Klasifikasinya.
              Noeng Muhadjir dalam Imu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Teori pendidikan pelaku sosial kreatif menyebutkan bahwa aktivitas pendidikan dapat dilihat dari tiga alternatif, yaitu unsur dasar pendidikan, komponen pokok pendidikan, dan makna pendidikan[1]. Suatu aktivitas dapa disebut pendidikan apabila didalamnya terdapat lima unsure dasar pendidikan, yaitu yang memberi (pendidik), yang menerima (subjek didik), tujuan, baik cara atau jalan yang baik dan konteks positif. Berdasarkan hasil analisis terhadap lima unsur dasar dan empat komponen, pendidikan dapat dirumuskan sebagai upaya terprogram mengantisipasi perubahan sosial oleh pendidik yang mempribadi dalam rangka membantu subjek didik dan satuan sosialnya untuk berkembang ketingkat normatif juga baik.
              Pendidikan dalam arti Islam adalah sesuatu yang khusus hanya untuk manusia, demikian menurut Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas[2]. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pendidikan Islam secara filosofis pada dasarnya memiliki konsepsi yang jelas dan tegas mengenai manusia, manusia yang bagaimana yang dikehendaki oleh pendidikan Islam ?  Marimba menyebutkan manusia yang dikehendaki oleh pendidikan Islam adalah manusia yang berkepribadian Muslim. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany[3] mencoba memperjelas tujuan dalam pendidikan Islam dengan membaginya dalam tiga jenis, yaitu :
1. Tujuan Individual, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian individu dan pelajaran-pelajaran yang dipelajarinya. Tujuan ini menyangkut perubahan-perubahan yang diinginkan pada tingkah laku mereka, aktivitas, dan pencapaiannya, pertumbuhan kepribadian, da persiapan mereka didalam menjalani kehidupannya didunia dan di akhirat.
2. Tujuan sosial, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan sosial anak didik secara keseluruhan. Tujuan ini menyangkut perubahan-perubahan yang dikehendaki bagi pertumbuhan, memperkaya pengalaman, dan kemajuan mereka didalam menjalani kehidupan bermasyarakat.
3. Tujuan professional, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pendidikan sebagai ilmu, sebagai seni, profesi, dan sebagai suatu aktivitas diantara aktivitas-aktivitas yang ada didalam masyarakat.
                        Pendidik merupakan salah satu komponen penting dalam proses pendidikan. Dipundaknya terletak tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan peserta didik kearah tujuan pendidikan yang telah dicitakan. Secara umum, pendidik adalah mereka yang memiliki tanggung jawab mendidik. Mereka adalah manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya melaksanakan proses pendidikan. Selain pendidik, komponen lainnya yang melakukan proses pendidikan adalah peserta didik. Dalam paraigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan.
                        Klasifikasi ilmu menurut pandangan Ibnu Sina, Al-Farabi, Syamsuddin, Muhammad Al-‘Amuli dan Al-ghzali. Ibnu Sina membagi ilmu pada dua macam, yaitu ilmu sementara dan ilmu abadi (hikmah), yang terbagi lagi menjadi dua yaiu, sebgai tujuan  (teoritis ; termasuk ilmu tabi’I, matematika, metafisika, universal dan praktis ; termasuk ilmu ilmu akhlak, rumah tangga politik, syari’ah. Sebagai alat diantaranya ; logika. Al-Farabi membagi ilmu menjadi lima kategori yaitu ilmu bahasa, logika, hitung menghitung, tabi’I dan ilmu masyarakat dengan masing-masing cabangnya. Al-‘amuli membagi ilmu pada ilmu filsafat (sama setiap waktu) dan ilmu bukan filsafat ( tidak sama setiap waktu). Adapun Al-Ghazali lebih membagi menjadi ilmu shari’ah dan ilmu aqliyah.
                        Dalam bidang pendidikan, kurikulum merupakan unsure penting dalam setiap bentuk dan model pendidikan manapun. Tanpa adanya kurikulum, sulit rasanya bagi para perencana pendidikan untuk mencapai tujan pendidikan yang diselenggarakan. Mengingat pentingnya kurikulum, maka perlu dipahami dengan baik oleh semua pelaksana pendidikan. Didalam menyusun atau merevisi sebuah kurikulum pendidikan, menurut Noeng Muhadjir, ada tiga pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan akademik, pendekatan teknologik, dan pendekatan humanistik. Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya memerlukan metode yang tepat untu mengantarkan proses pendidikan menuju tujuan yang telah dicitakan. Metode merupakan komponen pendidikan Islam yang dapat menciptakan aktivitas pendidikan menjadi lebih efektif dan efesien.
2.2 Corak Filsafat Islam dan Klasifikasinya.
                                 Dalam membangun tradisi filsafat, banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang, budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat dibangun. Oleh karena itu, filsafat bias dikalsifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini, filsafat bisa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bsa dibagi menjadi filsafat Barat, Timur, dan filsafat Timur Tengah. Filsafat dibagi menjadi filsafat Islam, Buddha, Hindu, dan filsafat Kristen[4].
1.             Filsafat Barat.
               Filsafat Barat adlah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang yunani kuno. Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thimas Aquinas, Rene Descartes, Immanuel Kant, George Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
2.      Filsafat Timur
               Filsafat ini merupakan tradisi yang berkembang di Asia khususnya India, Republik Rakyat Cina, dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Ciri khas filsafat Timur ualahdekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini bisa juga dikatakan untuk filsafat Barat terutama pada Abad pertengahan, di dunia Barat filsafat ‘an sich’ masih lebih menonjol dari pada agama. Nama-nama filsuf Timur salah satunya adalah Siddharta Gautama.
3.      Filsafat Timur Tengah
               Dilihat dari sejarahnya, Filsuf Timur Tengah bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi filsafat Barat, sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam (dan juga beberapa orang Yahudi), yang menaklukkan daerah disekitar laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani denga tradisi falsafi mereka. Lalu mereka mnerjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani.
2.2.1 Klasifikasi Ilmu Filsafat Islam.
                              Secara umum, filsafat Islam terbagi pada tiga pola : (1) filsafat Islam di dunia Islam Timur ; (2) filsafat Islam di dunia Islam Barat ; dan (3) filsafat Islam sesudah Ibnu Rusyd. Untuk itu filsafat Islam dalam pandangan Kartanegara (2006), terbagi pada empat aliran :
1.      Peripatetik
2.      Aliran Iluminasionis (israqi)
3.      Aliran Irfani (tasawuf)
4.      Aliran Hikmah Muta’aliyyah (teosofi transeden)
                  Menurut Ibnu Sina, ada dua tipe filsafat, yaitu teoretis dan praktis. Tipe pertama mencari pengetahuan tentang kebenaran. Sedangkan tipe kedua pengetahuan tentang kebaikan. Tujuan filsafat teoritis adalah menyempurnakan jiwa melalui  pengetahuan tentang apa yang seharusnya dilakukan sehingga jiwa bertindak sesuai dengan pengetahuan ini. Filsafat teoritis adalah pengetahuan tentang hal-hal yang ada bukan karena pilihan dan tindakan kita, sedangkan filsafat praktis adalah pengetahuan tentang hal-hal yang ada berdasarkan pilihan dan tindakan kita. Ada dua jenis utama subjek pengetahuan teoritis, yaitu subjek-subjek yang dapat didekati gerak, seperti kemanusiaan, kepersegian, dan kesatuan dan subjek-subjek yang tak dapat dilekati gerak. Seperti tuhan dan intelek, subjek yang pertama dibagi lagi menjadi subjek seperti subjek yang bisa eksis tanpa gerak yang dikaitkan dengannya. Gerak yang dikaikan padanya, seperti kesatuan dan keragaman. Subjek jenis pertama ini dari dua tipe yang terakhir mustahil bebas dari gerak, baik dalam realita maupun dalam pikiran ( misalnya, kemanusiaan dan kekudaan). Karena itu terdapat tiga cabang dalam pemikiran filsafat  karena filsafat tidak hanya membahas hal-hal yang terikat dalam pikiran.
2.2.2 Ruang Lingkup Klasifikasi Ilmu Filsafat Islam.
            Secara umum telah dijelaskan tentang klasifikasi ilmu dan filsafat, pada kajian ini akan diuraikan secara terperinci tentang pola-pola berpikir yang dimulai dari akal hingga wahyu (mantiq).
1.      Riyadhah
            Secara harfiah riyadhah berati olah diri atau spiritual, sedangkan tujuannya adalah membersihkan dir dari penyakit hati/sifat-sifat zulmaniyah, antara lain iri dan dengki, sombong, selalu ingin dipuji, pemarah, khianat, syahwat, kikir/pelit, bohong, mengumpat, mengadu domba, lalai, bodoh dan sifat-sifat tercela lainnya
2.      Illahiah dan Ilmu Ilahi.
            Hikmah ilahiah adaah sesuatu ilmu yang membahaskan tentang keadaan eksistensi sebagaimana eksistensi (ahwalul maujud bima huwa maujud). Dalam disiplin ilmu ini dibahas ‘aradh dzatinya, yaitu eksistensi sebagaimana ia eksisten (wujud mutlak)
3.      Thabi’iyah.
            Dalam tulisan Juhaya S. Praja diuraikan bahwa thabi’iyah adalah suatu ilmu mathbu. Teori ini menyatakan bahwa setiap ilmu memiliki dua sifat tabi’ yang dapat diartikan “sifat objektif” ; kedua, sifat matbu’ yang dapat diartikan “sifat subjektif”
2.3 Epistimologi Islam dalam Pendidikan.
                  Tradisi keilmuan Islam (Islamic Scientific Tradition), pada saat komunitas Islam terbentuk, tantangan serius yang pertama yang dihadapi umat Islam adalah tantangan moral dan kemerosotan yang dibawa oleh budaya jahiliyah. Kedua, tantangan kesusateraan yang dimiliki oleh budaya jahiliah terutama yang terpenting adalah ketika terjadi ekspansi Islam terhadap peradabann lainnya. Tantangan ketiga adalah, adanya aktivitas keilmuan dan filosofis yang dibawa terutama dar budaya helenistik. Semua tantangan intelektual tersebut tentunya tidak dapat dihadapi tanpa danya para ulama atau cendikiawan yang terlatih dan mumpuni.
                  Tantangan spekulatif dari peradaban sebelumnya (terutama budaya jahiliah) dan adanya motivasi dari Al-Qur’an , bahwa manusia memiliki tanggung jawab moral dan religius terhadap khilafah dibumi dan alam semesta, membuat generasi Islam mulai berspekulasi terhadap beberapa masalah tertentu yang muncul saat itu. Pada priode Mekah awal, ketika pada umumnya konsep dan isu teologi dan etika dibangun seperti konsep tuhan, konsep penciptaan, konsep akhirat, kewajiban manusia membantu yang baik dan buruk. Topik-topik yang ada pada umumnya merupakan elemn yang fundamental dalam Islamic WOrdview. Priode Mekah selanjutnya, ketika konsep abstrak dan doktrin seperti kenabian, konsep ilmu dan arti agama dan ibadah telah terbangun bersama dengan priode awal generasi Islam telah memiliki pandangan tentang Islam.
                  Islam sangat menekankan pentingnya pencarian ilmu, untuk meneliti, memahami alam semesta dan kondisi alamiah yang berakitan dengan hal tersebut. Mencari Ilmu bukan hanya semata dianjurkan, melainkan diwajibkan atas setiap muslim. Epistimologi berbicara tentang sumber-sumber ilmu dan bagaimana manusia bisa meraih ilmu. Sementara itu knowledge atau ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang mendasar dalam kehidupan manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan.
            Islam sangat menekankan pentingnya pencarian ilmu, untuk meneliti, memahami alam semesta dan kondisi alamiah yang berakitan dengan hal tersebut. Mencari Ilmu bukan hanya semata dianjurkan, melainkan diwajibkan atas setiap muslim. Epistimologi berbicara tentang sumber-sumber ilmu dan bagaimana manusia bisa meraih ilmu. Sementara itu knowledge atau ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang mendasar dalam kehidupan manusia.

                   Dalam membangun tradisi filsafat, banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang, budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat dibangun. Oleh karena itu, filsafat bias dikalsifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini, filsafat bisa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bsa dibagi menjadi filsafat Barat, Timur, dan filsafat Timur Tengah. Filsafat dibagi menjadi filsafat Islam, Buddha, Hindu, dan filsafat Kriste



DAFTAR PUSTAKA
      Dedi Supriyadi, 2014,  Filsafat Islam (lanjutan), Bansung : Pustaka Setia
      Toto Suharto, 2014, Filsafat Pendidikan Islam menguatkan Epistimologi Islam dalam Pendidikan, Yogyakarta ; Ar-Ruzz Media
      Husaini, 2013, Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam, Jakarta ; Gema Insani






[1] Toto Suharto, 2014,  Filsafat Pendidikan Islam, Hal : 83
[2] Ibid, hal : 85
[3] Ibid, hal : 87
[4] Dedi Supriadi,2010 Filsafat Islam (lanjutan), hal : 74