FILSAFAT PENDIDIKAN
ISLAM
“FILSAFAT ISLAM DALAM
TRADISI KEILMUAN ISLAM”
OLEH
:
MELA YULINDRA
DOSEN
PENGAMPU : Wira Sugiarto, S.IP, M.Pd.I
MANAJEMEN PENDIDIKAN
ISLAM IVB
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI BENGKALIS
TAHUN AJARAN 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang.
Pembahasan ilmu
pendidikan tidak mungkin terbebaskan dari obyek yang menjadi sasarannya, yaitu
manusia.Dan karena yang menjadi topic pembahasan sekarang adalah Ilmu
Pendidikan Islam, maka secara filosofis harus mengikut sertakan obyek utamanya,
yaitu manusia dan pandangan Islam. Manusia adalah makhluk Allah, Ia dan alam
semesta bukan terjadi dengan sendirinya, tetapi dijadikan Allah.
Ketika ditanya apa itu filsafat, seorang
mahasiswa menjawab singkat : filsafat itu mencari kebenaran. Dengan cara
berfikir dan bertanya terus menerus. Tentang segala hal: dari persoalan gajah
sampai prsoalan semut, dari soal hukum dan politik hingga soal moral dan
metafisika., dari soal galaksi sampai soal bakteri. Kalau begitu, filsafat ada
dimana-mana. Memang benar filsafat ada di Barat dan di Timur. Ada Filsafat
Yunani, Filsafat India, Filsafat Cina, Filsafat Kristen, dan juga Filsafat
Islam. Inilah makna filsafat sebagai kearifan (Sophia) dan pengetahuan (sapientia)
yang dicapai manusia dengan akal pikirannya.
Dalam tradisi intelektual Islam, kita
temukan tiga istilah yang umum untuk filsafat. Pertama istilah hikmah, yang
tampaknya sengaja dipakai agar filsafat itu terkesan barang asing, akan tetapi
berasal dari dan bermuara pada Al-Qur’an . Al-‘Amiri misalnya, menulis bahwa
hikmah berasl dari Allah dan diantara manusia yang pertama dianugerahi hikmah
oleh Allah ialah Luqman al-Hakim. Disebutnya tujuh filsuf Yunani kuno itu
sebagai ahli hikmah (al-hukama’
as-sab’ah) yakni Thales, Solon, Pittacus, Bias, Cleobulus, Myson, dan
Chilon.
Demikian pula al-Kindi yang menerangkan
bahwa “falsafah” itu artinya hub
al-hikmah “cinta pada kearifan” sementara Ibnu Sina menyatakan bahwa hikmah
adalah kesempurnaan jiwa manusia tatkala berhasil menangkap makna segala
sesuatu dan mampu menyatakan kebenaran dengan pikiran dan perbuatannya sebatas
kemampuannya sebagai manusia.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah diatas dapat saya membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
pengertian ilmu dan klasifikasi ilmu ?
2. Bagaimana
corak filsafat Islam dan klasifikasinya ?
3. Bagaimana
Epistimologi Islam dalam pendidikan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini
bertujuan untuk :
1. Sebagai
tugas tambahan dalam memenuhi mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
2. Agar
mahasiswa memahami pengertian ilmu dan klasifikasinya
3. Agar
mahasiwa mengetahui corak filsafat dan klasifikasinya
4. Agar
mahasiswa memahami Epistimologi Islam dalam pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.I Pengertian Ilmu dan
Klasifikasinya.
Noeng Muhadjir dalam Imu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Teori
pendidikan pelaku sosial kreatif menyebutkan bahwa aktivitas pendidikan
dapat dilihat dari tiga alternatif, yaitu unsur dasar pendidikan, komponen
pokok pendidikan, dan makna pendidikan[1]. Suatu
aktivitas dapa disebut pendidikan apabila didalamnya terdapat lima unsure dasar
pendidikan, yaitu yang memberi (pendidik), yang menerima (subjek didik),
tujuan, baik cara atau jalan yang baik dan konteks positif. Berdasarkan hasil
analisis terhadap lima unsur dasar dan empat komponen, pendidikan dapat
dirumuskan sebagai upaya terprogram mengantisipasi perubahan sosial oleh
pendidik yang mempribadi dalam rangka membantu subjek didik dan satuan
sosialnya untuk berkembang ketingkat normatif juga baik.
Pendidikan dalam arti Islam adalah
sesuatu yang khusus hanya untuk manusia, demikian menurut Syed Muhammad
Al-Naquib Al-Attas[2].
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pendidikan Islam secara filosofis pada
dasarnya memiliki konsepsi yang jelas dan tegas mengenai manusia, manusia yang
bagaimana yang dikehendaki oleh pendidikan Islam ? Marimba menyebutkan manusia yang dikehendaki
oleh pendidikan Islam adalah manusia yang berkepribadian Muslim. Omar Mohammad
Al-Toumy Al-Syaibany[3]
mencoba memperjelas tujuan dalam pendidikan Islam dengan membaginya dalam tiga
jenis, yaitu :
1.
Tujuan Individual, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian individu dan
pelajaran-pelajaran yang dipelajarinya. Tujuan ini menyangkut
perubahan-perubahan yang diinginkan pada tingkah laku mereka, aktivitas, dan
pencapaiannya, pertumbuhan kepribadian, da persiapan mereka didalam menjalani
kehidupannya didunia dan di akhirat.
2.
Tujuan sosial, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan sosial anak didik
secara keseluruhan. Tujuan ini menyangkut perubahan-perubahan yang dikehendaki
bagi pertumbuhan, memperkaya pengalaman, dan kemajuan mereka didalam menjalani
kehidupan bermasyarakat.
3.
Tujuan professional, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pendidikan sebagai
ilmu, sebagai seni, profesi, dan sebagai suatu aktivitas diantara
aktivitas-aktivitas yang ada didalam masyarakat.
Pendidik
merupakan salah satu komponen penting dalam proses pendidikan. Dipundaknya
terletak tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan peserta didik
kearah tujuan pendidikan yang telah dicitakan. Secara umum, pendidik adalah
mereka yang memiliki tanggung jawab mendidik. Mereka adalah manusia dewasa yang
karena hak dan kewajibannya melaksanakan proses pendidikan. Selain pendidik,
komponen lainnya yang melakukan proses pendidikan adalah peserta didik. Dalam
paraigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan
memiliki sejumlah potensi dasar (fitrah)
yang perlu dikembangkan.
Klasifikasi ilmu menurut
pandangan Ibnu Sina, Al-Farabi, Syamsuddin, Muhammad Al-‘Amuli dan Al-ghzali.
Ibnu Sina membagi ilmu pada dua macam, yaitu ilmu sementara dan ilmu abadi
(hikmah), yang terbagi lagi menjadi dua yaiu, sebgai tujuan (teoritis ; termasuk ilmu tabi’I, matematika,
metafisika, universal dan praktis ; termasuk ilmu ilmu akhlak, rumah tangga
politik, syari’ah. Sebagai alat diantaranya ; logika. Al-Farabi membagi ilmu
menjadi lima kategori yaitu ilmu bahasa, logika, hitung menghitung, tabi’I dan
ilmu masyarakat dengan masing-masing cabangnya. Al-‘amuli membagi ilmu pada
ilmu filsafat (sama setiap waktu) dan ilmu bukan filsafat ( tidak sama setiap
waktu). Adapun Al-Ghazali lebih membagi menjadi ilmu shari’ah dan ilmu aqliyah.
Dalam bidang pendidikan,
kurikulum merupakan unsure penting dalam setiap bentuk dan model pendidikan
manapun. Tanpa adanya kurikulum, sulit rasanya bagi para perencana pendidikan
untuk mencapai tujan pendidikan yang diselenggarakan. Mengingat pentingnya
kurikulum, maka perlu dipahami dengan baik oleh semua pelaksana pendidikan.
Didalam menyusun atau merevisi sebuah kurikulum pendidikan, menurut Noeng
Muhadjir, ada tiga pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan akademik,
pendekatan teknologik, dan pendekatan humanistik. Pendidikan Islam dalam
pelaksanaannya memerlukan metode yang tepat untu mengantarkan proses pendidikan
menuju tujuan yang telah dicitakan. Metode merupakan komponen pendidikan Islam
yang dapat menciptakan aktivitas pendidikan menjadi lebih efektif dan efesien.
2.2 Corak Filsafat
Islam dan Klasifikasinya.
Dalam membangun tradisi filsafat, banyak orang mengajukan pertanyaan
yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan
latar belakang, budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat dibangun.
Oleh karena itu, filsafat bias dikalsifikasikan menurut daerah geografis dan
latar belakang budayanya. Dewasa ini, filsafat bisa dibagi menjadi dua kategori
besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bsa
dibagi menjadi filsafat Barat, Timur, dan filsafat Timur Tengah. Filsafat
dibagi menjadi filsafat Islam, Buddha, Hindu, dan filsafat Kristen[4].
1.
Filsafat Barat.
Filsafat Barat adlah ilmu yang biasa dipelajari secara
akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka.
Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang yunani kuno. Tokoh utama
filsafat Barat antara lain Plato, Thimas Aquinas, Rene Descartes, Immanuel
Kant, George Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich
Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
2.
Filsafat
Timur
Filsafat ini merupakan tradisi yang berkembang di Asia
khususnya India, Republik Rakyat Cina, dan daerah-daerah lain yang pernah
dipengaruhi budayanya. Ciri khas filsafat Timur ualahdekatnya hubungan filsafat
dengan agama. Meskipun hal ini bisa juga dikatakan untuk filsafat Barat
terutama pada Abad pertengahan, di dunia Barat filsafat ‘an sich’ masih lebih
menonjol dari pada agama. Nama-nama filsuf Timur salah satunya adalah Siddharta
Gautama.
3.
Filsafat
Timur Tengah
Dilihat dari sejarahnya, Filsuf Timur Tengah bisa
dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi filsafat Barat, sebab para filsuf
Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam
(dan juga beberapa orang Yahudi), yang menaklukkan daerah disekitar laut Tengah
dan menjumpai kebudayaan Yunani denga tradisi falsafi mereka. Lalu mereka
mnerjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani.
2.2.1 Klasifikasi Ilmu Filsafat Islam.
Secara umum,
filsafat Islam terbagi pada tiga pola : (1) filsafat Islam di dunia Islam Timur
; (2) filsafat Islam di dunia Islam Barat ; dan (3) filsafat Islam sesudah Ibnu
Rusyd. Untuk itu filsafat Islam dalam pandangan Kartanegara (2006), terbagi
pada empat aliran :
1.
Peripatetik
2.
Aliran
Iluminasionis (israqi)
3.
Aliran
Irfani (tasawuf)
4.
Aliran
Hikmah Muta’aliyyah (teosofi transeden)
Menurut Ibnu Sina, ada dua
tipe filsafat, yaitu teoretis dan praktis. Tipe pertama mencari pengetahuan
tentang kebenaran. Sedangkan tipe kedua pengetahuan tentang kebaikan. Tujuan
filsafat teoritis adalah menyempurnakan jiwa melalui pengetahuan tentang apa yang seharusnya
dilakukan sehingga jiwa bertindak sesuai dengan pengetahuan ini. Filsafat
teoritis adalah pengetahuan tentang hal-hal yang ada bukan karena pilihan dan
tindakan kita, sedangkan filsafat praktis adalah pengetahuan tentang hal-hal
yang ada berdasarkan pilihan dan tindakan kita. Ada dua jenis utama subjek
pengetahuan teoritis, yaitu subjek-subjek yang dapat didekati gerak, seperti
kemanusiaan, kepersegian, dan kesatuan dan subjek-subjek yang tak dapat
dilekati gerak. Seperti tuhan dan intelek, subjek yang pertama dibagi lagi
menjadi subjek seperti subjek yang bisa eksis tanpa gerak yang dikaitkan
dengannya. Gerak yang dikaikan padanya, seperti kesatuan dan keragaman. Subjek
jenis pertama ini dari dua tipe yang terakhir mustahil bebas dari gerak, baik
dalam realita maupun dalam pikiran ( misalnya, kemanusiaan dan kekudaan).
Karena itu terdapat tiga cabang dalam pemikiran filsafat karena filsafat tidak hanya membahas hal-hal yang
terikat dalam pikiran.
2.2.2 Ruang Lingkup
Klasifikasi Ilmu Filsafat Islam.
Secara umum telah dijelaskan tentang
klasifikasi ilmu dan filsafat, pada kajian ini akan diuraikan secara terperinci
tentang pola-pola berpikir yang dimulai dari akal hingga wahyu (mantiq).
1. Riyadhah
Secara
harfiah riyadhah berati olah diri atau spiritual, sedangkan tujuannya adalah
membersihkan dir dari penyakit hati/sifat-sifat zulmaniyah, antara lain iri dan
dengki, sombong, selalu ingin dipuji, pemarah, khianat, syahwat, kikir/pelit,
bohong, mengumpat, mengadu domba, lalai, bodoh dan sifat-sifat tercela lainnya
2. Illahiah
dan Ilmu Ilahi.
Hikmah
ilahiah adaah sesuatu ilmu yang membahaskan tentang keadaan eksistensi
sebagaimana eksistensi (ahwalul maujud
bima huwa maujud). Dalam disiplin ilmu ini dibahas ‘aradh dzatinya, yaitu eksistensi sebagaimana ia eksisten (wujud
mutlak)
3. Thabi’iyah.
Dalam
tulisan Juhaya S. Praja diuraikan bahwa thabi’iyah
adalah suatu ilmu mathbu. Teori ini
menyatakan bahwa setiap ilmu memiliki dua sifat tabi’ yang dapat diartikan “sifat objektif” ; kedua, sifat matbu’
yang dapat diartikan “sifat subjektif”
2.3 Epistimologi Islam
dalam Pendidikan.
Tradisi keilmuan Islam
(Islamic Scientific Tradition), pada saat komunitas Islam terbentuk, tantangan
serius yang pertama yang dihadapi umat Islam adalah tantangan moral dan
kemerosotan yang dibawa oleh budaya jahiliyah. Kedua, tantangan kesusateraan
yang dimiliki oleh budaya jahiliah terutama yang terpenting adalah ketika
terjadi ekspansi Islam terhadap peradabann lainnya. Tantangan ketiga adalah,
adanya aktivitas keilmuan dan filosofis yang dibawa terutama dar budaya
helenistik. Semua tantangan intelektual tersebut tentunya tidak dapat dihadapi
tanpa danya para ulama atau cendikiawan yang terlatih dan mumpuni.
Tantangan spekulatif dari
peradaban sebelumnya (terutama budaya jahiliah) dan adanya motivasi dari
Al-Qur’an , bahwa manusia memiliki tanggung jawab moral dan religius terhadap
khilafah dibumi dan alam semesta, membuat generasi Islam mulai berspekulasi
terhadap beberapa masalah tertentu yang muncul saat itu. Pada priode Mekah
awal, ketika pada umumnya konsep dan isu teologi dan etika dibangun seperti
konsep tuhan, konsep penciptaan, konsep akhirat, kewajiban manusia membantu
yang baik dan buruk. Topik-topik yang ada pada umumnya merupakan elemn yang
fundamental dalam Islamic WOrdview. Priode Mekah selanjutnya, ketika konsep
abstrak dan doktrin seperti kenabian, konsep ilmu dan arti agama dan ibadah
telah terbangun bersama dengan priode awal generasi Islam telah memiliki
pandangan tentang Islam.
Islam sangat menekankan
pentingnya pencarian ilmu, untuk meneliti, memahami alam semesta dan kondisi
alamiah yang berakitan dengan hal tersebut. Mencari Ilmu bukan hanya semata
dianjurkan, melainkan diwajibkan atas setiap muslim. Epistimologi berbicara
tentang sumber-sumber ilmu dan bagaimana manusia bisa meraih ilmu. Sementara
itu knowledge atau ilmu pengetahuan
merupakan sesuatu yang mendasar dalam kehidupan manusia.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan.
Islam
sangat menekankan pentingnya pencarian ilmu, untuk meneliti, memahami alam
semesta dan kondisi alamiah yang berakitan dengan hal tersebut. Mencari Ilmu
bukan hanya semata dianjurkan, melainkan diwajibkan atas setiap muslim.
Epistimologi berbicara tentang sumber-sumber ilmu dan bagaimana manusia bisa
meraih ilmu. Sementara itu knowledge atau
ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang mendasar dalam kehidupan manusia.
Dalam membangun tradisi filsafat, banyak orang
mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya
pendahulunya sesuai dengan latar belakang, budaya, bahasa, bahkan agama tempat
tradisi filsafat dibangun. Oleh karena itu, filsafat bias dikalsifikasikan
menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini, filsafat
bisa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar
belakang agama. Menurut wilayah bsa dibagi menjadi filsafat Barat, Timur, dan
filsafat Timur Tengah. Filsafat dibagi menjadi filsafat Islam, Buddha, Hindu,
dan filsafat Kriste
DAFTAR
PUSTAKA
Dedi Supriyadi, 2014, Filsafat Islam (lanjutan), Bansung
: Pustaka Setia
Toto Suharto, 2014, Filsafat Pendidikan Islam menguatkan Epistimologi Islam dalam
Pendidikan, Yogyakarta ; Ar-Ruzz Media
Husaini, 2013, Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam, Jakarta ; Gema Insani